SYI’IR, PUJIAN MENJELANG SHOLAT FARDHU (KEARIFAN LOKAL YANG MULAI PUDAR)


Pujian berasal dari bahasa Jawa yang artinya sanjungan hamba kepada Allah SWT, lalu dijadikan sebagai istilah khusus kaum nahdliyin yang biasanya dilakukan setelah adzan sebelum shalat berjama’ah dilaksanakan. Jadi yang dimaksud dengan pujian adalah membaca dzikir atau syair sanjungan hamba kepada Allah secara bersama-sama sebelum shalat berjama’ah dilaksanakan.
Jika dilihat dari struktur katanya, kata yang berasal dari kata puji dan akhiran an yang berarti kata benda. Namun jika kita terjemahkan lagi pujian memiliki persamaan arti dengan sanjungan kepada sesesorang. Pada dasarnya ada beragam cara manusia memberikan pujian kepada orang lain diantaranya dengan memberikan apresiasi atas segala prestasi yang telah diraihnya. Apresiasi itu bisa dalam bentuk materi atau hadian atau bisa pula dalam bentuk perkataan.
Puji-pujian didendangkan di mushalla, langgar atau masjid merupakan nyanyian puitis yang bernuansa keagamaan. Puji-pujian tersebut biasanya didendangkan  bersama-sama  oleh  para  jemaah menjelang shalat Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib atau  Isya sembari menanti datangnya anggota masyarakat lain yang turut mendirikan shalat berjamaah. Puji-pujian tersebut ada yang menggunakan bahasa Arab maupun bahasa daerah. Mungkin  berkat  susunannya  yang ritmis, puji-pujian ini mudah dihafal dan menyebar dari satu mushola atau masjid ke mushola lainnya. 


Puji-pujian yang didendangkan para jemaah ini biasanya selalu didahului dengan salawatan atau membaca shalawat Nabi dan puji-pujian pada Nabi SAW. Meskipun puji-pujian tersebut berbahasa Jawa, puji-pujian ini selalu didahului shalawat nabi yang memiliki berbagia keutamaan.



Dari Hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a ( dalam Assamarqandi, 1980: 619) Nabi SAW bersabda yang artinya: “Bacalah shalawat untukku, sebab bacaan shalawat itu membersihkan kekotoranmu (dosa-dosamu) dan mintalah kepada Allah untukku wasilah. Apakah wasilah itu ya Rasulullah? Jawabnya: Satu derajat yang tertinggi dalam sorga yang tidak akan dicapai kecuali oleh seorang, dan saya  berharap semoga sayalah orangnya”.

Dari Abdullah bin Umar sesungguhnya beliau mendengar Rasulullah e bersabda: “Jika kalian mendengar orang yang adzan maka ucapkan seperti apa yang ia ucapkan. Kemudian bersholawatlah kalian atasku, karena barang siapa bersholawat untukku satu kali maka Allah I membalasnya sepuluh. Lalu mintalah untukku wasilah. Sesungguhnya wasilah adalah sebuah kedudukan di surga yang tidak pantas kecuali untuk satu hamba diantara hamba-hamba Allah I, aku berharap akulah hamba itu. Barang siapa memintakan untukku wasilah maka berdiamlah syafaah padanya” diriwayatkan oleh hampir semua ahlul hadits kecuali imam Bukhori dan Ibnu Majah [lihat Bustanul Akhbar syarh Muntaqol Akhbar, juz I, 266)


Orang mengenal pujian disebarkan oleh kalangan pesantren dan ada yang mengatakan puji-pujian ini diperkenalkan oleh para walisongo, yakni penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Seperti yang masyarakat kenal lewat sejarah bahwa pendekatan yang digunakan para Walisongo dalam menyebarkan agama Islan adalah  pendekatan persuasif yang bersifat kemasyarakatan sesuai dengan adat dan budaya masyarakat waktu itu. 

Salah satu contohnya adalah Sunan Giri yang menciptakan Asmaradana dan Pucung. Sunan Giri jugalah yang menciptakan tembang-tembang dolanan anak-anak yang di dalamnya diberi unsur keislaman, misalnya Jamuran, Cublak-cublak Suweng, Jithungan dan Delikan (Rahimsyah, tanpa tahun: 54). 

Selain Sunan Giri, ada lagi Sunan Bonang yang menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Suluk berasal dari bahasa Arab ”Salakattariiqa” , artinya menempuh jalan (tasawuf) atau tarikat. Ilmu Suluk ini ajarannya biasanya disampaikan dengan sekar atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa disebut Wirid. Salah satu Suluk Wragul dari Sunan Bonang yang terkenal adalah Dhandanggula. Sebagian masyarakat (yang mengenal tarikat) mengatakan bahwa teks puji-pujian diciptakan oleh para pemimpin tarikat dan Syekh Abdul Qadir Jailani.

Puji-pujian yang diperdengarkan di mushola berisi shalawatan, do’a-doa mustajabah, dan petuah-petuah hidup. Puji-pujian yang diperdengarkan di mushola-mushola atau masjid-masjid kental dengan ajaran Tasawuf.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkuman TIK Bab 3 : Akses Internet

CARA MENINGKATKAN OMSET PENJUALAN DENGAN DOMAIN SECARA CEPAT